Jalan Raya Manggar Gantung – Komplek Perkantoran Terpadu Manggarawan

Telpon (0719) – 9220077 | Email : kabbelitungtimur@kemenag.go.id

Bawah Umur Vis a Vis Bawah Tangan (Kasus Perkawinan Bawah Umur de Belitong Timur)

Bawah Umur Vis a Vis Bawah Tangan

(Kasus Perkawinan Bawah Umur de Belitong Timur)

 

Oleh : Mohammad Aminollah, M.SI *)

 

Dalam laporan akhir tahun, KUA Kecamatan Simpang Renggiang Kabupaten Belitung Timur mencatata pernikahan bawah umur tertinggi dari pada kecamatan lainnya yakni sebanyak 18 orang. 7 laki-laki dan 11 perempuan. Bila dibandingkan dengan tahun 2002 hanya mencatat 1 orang perempuan yang menikah dibawah umur, jelas terjadi kenaikan sangat signifikan. Sebaliknya pada tahun 2002, KUA kecamatan Gantung paling banyak mencatat perkawinan bawah umur sebanyak 17 orang, turun drastis pada tahun 2023 sebanyak 6 orang.

Pertanyaan mendasar. Apakah angka-angka yang tercatat tersebut mencerminkan hal senyatanya?  Penting bagi kami untuk mengkaji lebih mendalam sehingga tidak terjebak pada sensasi pemberitaan sesaat. Mengingat realitas di masyarakat, perkawinan bukan hanya yang tercatat di KUA, tapi juga perkawinan liar yang tidak tercatat atau perkawinan sirri, perkawinan “Bawah Tangan”. Perkawinan liar ini ada dua macam, ada yang tidak tercatat di lembaga manapun. Ada pula yang tercatat di Dinas Pencatatan Sipil dengan status “KAWIN TIDAK TERCATAT”

Apa pentingnya mengetahui data perkawinan yang tidak tercatat?. Tentu penting sebagai pembanding sekaligus memotret kenyataan yang sebenarnya di masyarakat. Sehingga kita mendapatkan gambaran lebih jelas terkait kekhawatiran dampak dari perkawinan bawah umur. Benarkah orang tua berkehendak menikahkan bawah umur? Apakah perkawinan bawah umur di KUA berbanding lurus dengan kehamilan dan persalinan remaja?. Apakah ada hubungannya dengan dinamika stunting, kematian ibu dan anak, kelahiran prematur, putus sekolah, KDRT, pengangguran dan kemiskinan di usia produktif? Tapi bagaimana dengan perkawinan yang tidak tercatat?

Memang tidak mudah untuk mendapatkan angka yang akurat. Namun kita bisa memprediksi dengan memahami psikologi sosial masyarakat Belitung khususnya Belitung Timur. Umumnya di Belitung timur, orang tua menikahkan anaknya bawah umur karena sudah hamil, atau paling tidak sudah melakukan hubungan seks pra nikah. Belum atau jarang terdengar perkawinan karena perjodohan, motif ekonomi, karena keturunan bangsawan atau kelas sosial lainnya. Mengingat masyarakat belitung timur sangat egaliter.

Dulu memang ada istilah “neritis” dimana orang tua mencarikan jodoh untuk anaknya. Faktanya sekarang sudah punah, istilah tersebut bahkan asing dikalangan remaja. Apalagi di era digital sekarang, remaja dapat berkomunikasi melintasi segala ruang untuk mencari pasangan. Jadi poin psiko-sosial masyarakat Belitung Timur dalam menikahkan anaknya di bawah umur. Pertama, karena seks pranikah. Kedua. mayoritas orang tua tidak akan membiarkan anaknya dalam keadaan hamil atau bersalin tanpa suami.

Nah dari psiko-sosial tersebut kita bisa membandingkan angka pernikahan bawah umur dengan angka kehamilan dan persalinan remaja. Lebih lanjut, kita lacak data persalinan dan kehamilan remaja dengan data perubahan data Kartu Keluarga dari Kawin menjadi Kawin tidak tercatat, ataupun  mencocokan nama orang tua pada pendaftara Akta Kelahiran Anak.

Perhatikan grafik berikut :

Sebagaimana lazimnya, angka perkawinan bawah umur tentu tidak selalu berbanding lurus dengan angka kehamilan persalinan remaja. Misalnya pada bulan Januari 2023 tidak ada peristiwa perkawinan bawah umur, namun ditemukan 2 kehamilan remaja dan 1 persalinan remaja. Namun dari penelusuran melalui nama-nama (by name), maka dipastikan semua yang menikah bawah umur karena kehamilan. Dari 19 Kehamilan remaja dan 12 Persalinan remaja, bila dikumulatifkan akan teridentifikasi pada 22 remaja, karena 9 kehamilan dan persalinan menunjuk pada orang yang sama.

Dari 22 remaja ini, 16 remaja sudah tercatat menikah di KUA Simpang Renggiang. Tentu disertai dengan penetapan dispenasi nikah dari Pengadilan Agama. 22 remaja dikurai 16 remaja tingga 6 remaja masih misteri. Setelah ditelusuri ternyata terdapat persalinan seorang remaja berusia 18 tahun ternyata bukan persalinan pertama kalinya. Yang bersangkutan ternyata tercatat menikah di KUA Gantung sejak usia 15 tahun dengan melampirkan dispensasi dari Pengadilan Agama dengan alasan sudah hamil.

Adapun sisanya, kehamilan tiga remaja dan dua persalinan remaja, menunjuk pada orang berbeda. Sampai tulisan ini dibuat, tidak pernah tercatat menikah di KUA Simpang Renggiang. Tidak pernah meminta rekomendasi untuk menikah di luar Kecamatan Simpang Renggiang. Tidak pernah melakukan perubahan status perkawinan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Belitung Timur, baik kawin tercatat ataupun kawin tidak tercatat.

Dalam hal ini ada dua kemungkinan. Pertama, kelima remaja puteri tersebut memang tidak pernah atau belum pernah melakukan perkawinan. Kedua, mereka menikah Bawah Tangan. Bila kita memahami psiko-sosial masyarakat Belitung, jarang ditemukan seseorang melahirkan tanpa suami. Maka kemungkinan 5 remaja perempuan tersebut sudah menikah diBawah Tangan.

 

Mari kita lihat grafik se Belitung Timur

 

Inilah perbandingan antara Pernikahan Bawah Umur, Kehamilan dan Persalinan Remaja Puteri Per Kecamatan Tahun 2023. Terdapat disparitas  yang cukup jauh antara peristiwa nikah bawah umur yang tercatat di KUA dengan peritiwa kehamilan dan persalinan remaja terutama di Kecamatan Gantung, Kecamatan Manggar. Justeru angka perkawinan bawah umur di Kecamatan Simpang Renggiang tertinggi se-Belitung Timur, namun disparitasnya dengan angka kehamilan dan persalinan rendah

Tingginya disparitas antara angka pernikahan dibawah umur di KUA dengan angka kehamilan dan persalinan remaja menunjukkan: Pertama, Penyabab perkawinan bawah umur yang tercatat memang karena hamil atau sekurang-kurangnya sudah melakukan hubungan seksual. Kedua, berdasarkan sosial kultural masyarakat Belitung Timur, remaja hamil dan melahirkan yang tidak tercatat menikah di KUA, biasanya melakukan pernikahan “liar” Bawah Tangan

Ketiga, angka disparitas yang paling tinggi terjadi di Kecamatan yang juga menjadi pusat perkawinan Bawah Tangan; yaitu Kecamatan Gantung dan Kecamatan Manggar. Keempat, Angka disparitas yang rendah juga melibatkan peran tokoh masyarakat dalam menyadarkan warga pentingnya pencatatan perkawinan dengan menikah di KUA meskipun bawah umur. Diantaranya, para tokoh masyarakat bukan hanya memberika penyadaran langsung secra lisan, tapi juga sanksi sosial dengan enggan menghadiri akad nikah Bawah Tangan.

Kelima, secara teoritis, estimasi perkawinan bawah umur yang dilakukan Bawah Tangan didapat dengan mengurangi angka terendah dari kehamilah/persalinan kemudian dikurangi dengan angka perkawinan bawah umur yang tercatat di KUA. Namun secara faktual ternyata bisa melampaui angka dari hasil pengurangan tersebut. Sebagaimana penelusuran di KUA Kec. Simpang Renggiang. Keenam, kalau Simpang Renggiang dengan disparitas perkawinan bawah umur hanya satu orang saja ternyata masih ditemukan potensi enam orang yang menikah Bawah Tangan. Bagaimana dengan Kecamatan dengan disparitas yang sangat tinggi ?

 

Ironi Perkawinan Bawah Tangan di Belitung Timur

Pertama, banyak yang mengira perkawinan Bawah Tangan sah secara hukum agama dan hanya tidak tercatat secara hukum negara. Faktanya banyak perkawinan tidak sah karena minimnya pemahaman munakahat “Penghulu Liar” yang memandu nikah. Seperti halnya terkait dengan tartibul wali, menunjuk dirinya sebagai wali hakim, tidak bisa membedakan konskwensi dari Ba’in dan Raj’i, masa iddah, dan lain-lain.

Kedua, jangan kira nikah Bawah Tangan bertarif seikhlasnya, Faktanya Penghulu Liar meminta upah yang mahal, atau “pekeras” dalam istilah Belitung. Dari hasil penuturan terendah mulai dari lima ratus ribu hingga lebih darti satu juta tergantung status sosial/ekonomi Calon Pengantin. Padahal nikah di KUA GRATIS

Ketiga, perkawinan Bawah Tangan diangap sebagai solusi ketika perkawinan di KUA dinggap menyusahkan. Padahal, setelah nikah Bawah Tangan, untuk mendapatkan buku nikah harus melalui sidang Isbat Nikah di Pengadilan Agama. Bahkan pernikahan bawah umur kecil kemungkinan diterima permohonan isbatnya.

Keempat, pernikahan seharusnya bagian dari pelaksanaan aturan agama. Faktanya perkawinan Bawah Tangan, hanya sekadar untuk MENDAPATKAN PENGAKUAN bahwa mereka telah kawin dan disahkan oleh orang yang ditokohkan masyarakat. Mereka TIDAK PEDULI KEABSAHAN PERNIKAHANNYA, yang penting sudah dianggap sah oleh masyarakat.

Kelima, Kepala KUA, Penyuluh Kesehatan, Rekan-rekan Dinas sosial, Disdukcapil Belitung Timur selalu berusaha maksimal memberantas perkawinan Bawah Tangan dan menghindari perkawinan bawah umur. Baik dalam bentuk kegiatan, regulasi, maupun pembinaan dan teguran langsung kepada warga maupun pemandu nikah yang kerap menikahkan Bawah Tangan. Namun instansi pemerintah tersebut mempunyai keterbatasan dalam kewenangannya. Terutama bila menyangkut hukum agama.

Keenam. meskipun ada banyak tokoh agama dan tokoh masyarakat mengerti ilmu agama; juga banyak ormas keagamaan dan Banom Orpol yang mengusung jargon keagamaan dan keluarga sakinah yang menerima dana hibah dari pemerintah, namun sayang belum ada aksi “serius” mereka membantu pemerintah melakukan aksi mencegah perkawinan bawah umur dan membina “penghulu jadi-jadian” yang menikahkan anak bawah umur. Padahal mereka lebih berwenang dibandingkan instansi pemerintah.

Ketujuh, Pelaku pemandu perkawinan Bawah Tangan yang aktif hanya dua orang dan terfokus di dua kecamatan. Sementara pelaku lainnya persifat pasif dan insidentil. Mereka semuanya tidak terlalu memahami ilmu agama. Tidak sedikit dari mereka menjual perkawinan bathil, perkawinan fasid dengan rupiah.

Kedelapan, Penyimpangan hukum agama BUKAN HANYA terkait keabsahan perkawinan, tapi juga efek domino yang mengikutinya. Seperti Hak Waris, Hak Asuh, Hak Nafkah dari anak yang dilahirkannya. Dimasyarakat kita temukan pemalsuan nasab dengan adopsi ilegal, penelantaran anak, penelantaran isteri, penelantaran suami, KDRT, dan stunting. Bila tidak diatasi dengan benar, anak dari hasil perkawinan terserbut berpotensi mengulang kembali penyimpangan hukum agama.

Sudah saatnya kita semua mengambil peran untuk mencegah terjadinya perkawinan bawah umur dan mencegah perkawinan Bawah Tangan.

 

*) Pemerhati Sosial Keagamaan Masyarakat Belitung Timur

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Print
Picture of Dipublikasikan Oleh :

Dipublikasikan Oleh :

Humas Kemenag Belitung Timur

Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Belitung Timur

Komplek Perkantoran Terpadu Manggarawan
Jl. Raya Manggar Gantung - Belitung Timur

© Kantor Kementerian Agama Kabupaten Belitung Timur - 2025 All Rights Reserved.